Pengalaman empiris ini lebih kepada pemaparan ’track record’ program-program ke-PU-an khususnya Cipta Karya. Program yang dipeta-kan ini merupakan program yang berkaitan dengan pengembangan permukiman perdesaan sejak awal mula pengembangan perdesaan potensial. Program-program tersebut adalah; program DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) yang menekankan pengembangan potensi-potensi (sebagai embrio) pusat pertumbuhan pada permukiman perdesaan; dan selanjutnya dikembangkan menjadi KTP2D (Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa) dengan varian-variannya yang lebih membuka jaringan kerja antara pusat dan hinterland sebagai pengembangan potensi (KTP2D inilah yang menjadi basic pemikiran dasar dari program-program pengembangan permukiman perdesaan); berikutnya sampai dengan program-program lain seperti Agropolitan, Minapolitan dan KTM (Kota Terpadu Mandiri) yang mencoba mengintegrasikan dan mengembangkan KTP2D dengan skala lebih tinggi dan integrasi sektor yang lebih luas.
Kebijakan program ke-PU-an, berbagai program pengembangan permukiman perdesaan di atas dapat distrukturkan sebagai berikut :
1) Program pengembangan Program pemberdayaan komunitas perumahan yang mencakup;
- Kegiatan desa pusat pertumbuhan (DPP)
- Kegiatan KTP2D
- Kegiatan kota terpadu mandiri (KTM)
- Kegiatan agropolitan
- Kegiatan minapolitan
KEGIATAN DPP
Kegiatan DPP merupakan salah satu kegiatan yang ditujukan untuk mendukung Pengembangan Wilayah, dimana skala penanganannya bukan hanya mengembangkan “Desa Pusat” tetapi diperluas dengan mengembangkan juga “Desa-Desa Hinterlandnya” (ditangani dengan skala kawasan), dengan menitikberatkan kepada penyediaan “Prasarana dan Sarana Dasar Perdesaan” yang dapat menunjang tumbuh dan berkembangnya “Kegiatan Ekonomi Perdesaan”, dan diharapkan dapat mendorong percepatan Industrialisasi perdesaan yang berbasis pertanian.
DPP adalah desa dengan intensitas kegiatan tinggi maka diartikan sebagai desa pusat pertumbuhan. Bagian dari kegiatan ini adalah mengidentifikasi desa potensial di suatu wilayah. Apakah suatu desa berpotensi menjadi DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) ? Hal tersebut dapat dicek dengan :
- Potensi desa (PODES) untuk mengidentifikasi potensi sosial ekonomi suatu desa
- Kondisi tata ruang dan geografi desa digunakan Peta Indek Desa dan dilakukan pengecekan bersama dengan aparat setempat.
- Pusat industri pertanian
- Pusat pemasaran bagi barang petanian dan non pertanian
- Pusat pelayanan sentral bagi daerah sekitarnya.
KEGIATAN KTP2D
KTP2D merupakan salah satu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana yang dapat menunjang tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi perdesaan.
Dari pengertian tersebut, maka dalam satu wilayah kabupaten akan terbentuk satuan-satuan KTP2D dengan satu DPP sebagai pusatnya dan desa-desa lain (hinterland) sebagai desa pendukung yang memiliki keunggulan strategis.
Konsep dasar implementasi KTP2D
Beragamnya ciri khas perdesaan diIndonesia, maka sangat dimungkinkan adanya beberapa alternatif bentuk KTP2D, sebagai berikut :
1) Terdiri dari satu DPP dengan beberapa desa hinterland sekitarnya
Profil KTP2D seperti diatas, biasanya berada di desa-desa di P Jawa dan P Bali atau kecamatan yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ordenya lebih tinggi dan berciri lebih maju dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan kegiatan ekonomi yang sudah lebih mapan.
Untuk profil kawasan seperti dimungkinkan adanya hinterland yang lebih dari 4 (empat), namun sesuai dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas kawasan sebaiknya ditetapkan hanya 5 (lima) desa termasuk Desa Pusat.
2) Terdiri atas satu DPP dengan hinterlandnya berupa desa dan atau bagian dari desa
Profil KTP2D sebagaimana digambarkan diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antara hinterland dengan desa pusat dan antar hinterland bisa terjadi tidak menyeluruh artinya hanya bagian-bagian parsial didesa hinterland yang punya keterkaitan dengan desa pusat maupun dengan hinterland lainnya. Namun demikian pengambilan data dan atau sebutan desa hinterlandnya tetap pada desa induknya secara keseluruhan.
3) KTP2D yang antara desa dan hinterland dengan desa pusat dibatasi oleh sungai. Penentuan hinterland berupa dusun didasarkan atas jarak capai/radius keterkaitan serta ketergantungan dusun-dusun tersebut pada DPP bersangkutan dibidang ekonomi dan pelayanan lainnya.
Hal tersebut dimungkinkan apabila pencapaian antara desa pusat dengan hinterlandnya relatif mudah, disamping itu memang diantara keduanya punya ikatan dan keterkaitan baik dibidang ekonomi maupun pemerintahan.
KEGIATAN AGROPOLITAN/MINAPOLITAN
Berdasarkan buku Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan & Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian, Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya dan Kawasan agropolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membentuk Kawasan Agropolitan.
Konsep agropolitan terdiri dari distrik-distrik agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2. Dalam distrik agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk 10.000–25.000 jiwa. Batas distrik dinyatakan dalam radius sejauh 5–10 km atau kurang lebih setara dengan 1 (satu) jam perjalanan dengan sepeda. Dimensi luasan geografis wilayah agropolitan ini akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000–150.000 jiwa yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Disini tidak membedakan secara spesifik bentuk pertanian modern atau tidaknya, tetapi lebih cenderung menggunakan referensi pertanian modern di Amerika atau di Eropa.
Menurut definisi ini apabila besaran penduduk yang menjadi ukuran, maka suatu distrik agropolitan setara dengan 1 (satu) Wilayah Pengembangan Parsial (WPP) pemukiman transmigrasi. Namun bila dilihat dari luas wilayahnya sekitar 100–250 km2 atau 10.000–25.000 ha (ukurannya dapat lebih kecil dari luasan 1 WPP). Secara administratif, luasan wilayah dan besaran penduduk ini setara dengan luasan wilayah kecamatan yang berpenduduk sampai dengan 25.000 jiwa dan sudah dapat berfungsi sebagai suatu simpul jasa distribusi.
Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan distrik perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawaan perdesaan yang telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar di perdesaan, mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan juga jenisnya.
Strukur Kawasan agropolitan dapat dikategorikan atas Orde Pertama (Kota Tani Utama), Orde Kedua (Pusat Distrik Agropolitan atau Pusat Pertumbuhan), dan Orde Ketiga (Pusat Satuan Kawasan Pertanian). Jarak antara Kota Tani Utama dengan pusat pertumbuhan yang sudah berkembang berkisar antara 35–60 km yang disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah dan antar kota tani (orde 2 dan orde 3) yang berada dalam satu distrik agropolitan, berjarak antara 15–35 km. Setiap orde kota berfungsi sebagai simpul jasa koleksi dan distribusi dengan skalanya masing-masing, berjenjang (hierarkis), merupakan pusat pelayanan permukiman dan antar simpul dihubungkan oleh jaringan transportasi yang sesuai.
Batas suatu Kawasan Agropolitan tidak terpaku oleh batas administrasi pemerintah (Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota), tetapi lebih fleksibel dengan menyesuaikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan Kawasan Agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis di daerah.
Konsep implementasi Agropolitan (sumber: Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan, Kimpraswil 2000)
KEGIATAN KTM
KTM atau Kota Terpadu Mandiri adalah kegiatan menata kembali kawasan-kawasan transmigrasi yang relatif belum berkembang, serta menarik minat kaum muda untuk ikut program transmigrasi.
KTM di kawasan transmigrasi, adalah sebuah program yang dirancang secara holistik dan komprehensif layaknya membangun kawasan transmigrasi yang bernuansa perkotaan. Dengan dibangunnya KTM diharapkan terjadi akselerasi perekonomian pedesaan dan terwujudnya Kawasan Transmigrasi yang mandiri.
KTM di Kawasan Transmigrasi adalah kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pencantuman kata "kota" dalam pengertian tersebut dimaksudkan untuk menyatukan visi tentang kawasan transmigrasi yang akan dibangun dan dikembangkan memenuhi fungsi-fungsi perkotaan. Sehingga program transmigrasi ke depan diharapkan secara psikologis mempunyai dampak positif untuk menarik minat kaum muda bertransmigrasi, sekaligus mengurangi terjadinya perpindahan penduduk yang tidak terarah ke kota-kota besar (deurbanisasi) serta sebagai kota penyangga dalam konteks pembangunan perwilayahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi perkotaan adalah tersedianya berbagai fasilitas yang meliputi :
1) Pusat kegiatan ekonomi wilayah;
2) Pusat kegiatan industri pengolahan hasil;
3) Pusat pelayanan jasa dan perdagangan;
4) Pusat pelayanan kesehatan;
5) Pusat pendidikan dan pelatihan;
6) Sarana pemerintahan;
7) Fasilitas umum dan sosial
Pembangunan dan pengembangan KTM ini harus dilaksanakan secara bersama oleh lintas sektor dan lintas pemerintahan. Koordinasi merupakan kata yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Pada masa lalu dikenal lembaga BAKOPTRANS yang menjadi wadah koordinasi penyelenggaraan transmigrasi. KTM bertujuan untuk merevitalisasi fungsi koordinasi penyelenggaraan transmigrasi sehingga menjadi integrated development planning process yang melibatkan: Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Dalam Negeri; Departemen Kehutanan; Departemen Keuangan; Departemen Pertanian; Departemen Pendidikan Nasional; Departemen Perdagangan; Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata; Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan Dan Perikanan; Departemen Kesehatan; Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; Kementerian Negara Koperasi Dan UKM; Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Badan Pertanahan Nasional; Badan Koordinasi Penanaman Modal; Departemen Perindustrian;
PPIP (PROGRAM PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN)
Fokus utama PPIP adalah rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur di perdesaan. Kaidah pelaksanaan program secara umum akan mengacu pada ketentuan-ketentuan teknis yang telah ditetapkan dalam PKPS-BBM IP pada tahun 2005 dengan lebih menekankan partisipasi aktif dari masyarakat, stakeholder dan pemerintah daerah.
Ruang Lingkup PPIP adalah:
- Peningkatan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, yaitu: jalan dan jembatan perdesaan;
- Peningkatan infrastruktur yang mendukung produksi pangan, yaitu: irigasi perdesaan;
- Peningkatan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, yaitu: penyediaan air minum, dan sanitasi perdesaan. Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk satu infrastruktur atau lebih serta dapat dilaksanakan secara terpadu.
- Tujuan jangka panjang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
- Tujuan jangka menengah adalah untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dan yang mendekati miskin ke infrastruktur dasar di wilayah pedesaan.
Sasaran Kegiatan PPIP adalah:
- Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;
- Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan;
- Meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan;
- Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam memfasilitasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di perdesaan;
- Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan prasrana perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.