Thursday, October 29, 2009

Pengalaman Empiris

Pengalaman Empiris Penanganan Permukiman Perdesaan

Pengalaman empiris ini lebih kepada pemaparan ’track record’ program-program ke-PU-an khususnya Cipta Karya. Program yang dipeta-kan ini merupakan program yang berkaitan dengan pengembangan permukiman perdesaan sejak awal mula pengembangan perdesaan potensial. Program-program tersebut adalah; program DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) yang menekankan pengembangan potensi-potensi (sebagai embrio) pusat pertumbuhan pada permukiman perdesaan; dan selanjutnya dikembangkan menjadi KTP2D (Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa) dengan varian-variannya yang lebih membuka jaringan kerja antara pusat dan hinterland sebagai pengembangan potensi (KTP2D inilah yang menjadi basic pemikiran dasar dari program-program pengembangan permukiman perdesaan); berikutnya sampai dengan program-program lain seperti Agropolitan, Minapolitan dan KTM (Kota Terpadu Mandiri) yang mencoba mengintegrasikan dan mengembangkan KTP2D dengan skala lebih tinggi dan integrasi sektor yang lebih luas.

Kebijakan program ke-PU-an, berbagai program pengembangan permuki
man perdesaan di atas dapat distrukturkan sebagai berikut :
1) Program pengembangan Program pemberdayaan komunitas perumaha
n yang mencakup;
  • Kegiatan desa pusat pertumbuhan (DPP)
  • Kegiatan KTP2D
  • Kegiatan kota terpadu mandiri (KTM)
2) Program pengambangan ekonomi lokal yang mencakup;
  • Kegiatan agropolitan
  • Kegiatan minapolitan
3) Program peningkatan prasarana dan sarana perdesaan yang mencakup Kegiatan peningkatan pembangunan infrastruktur perdesaan (PPIP)

KEGIATAN DPP
Kegiatan DPP merupakan salah satu kegiatan yang ditujukan untuk mendukung Pengembangan Wilayah, dimana skala penanganannya bukan hanya mengembangkan “Desa Pusat” tetapi diperluas dengan mengembangkan juga “Desa-Desa Hinterlandnya” (ditangani dengan skala kawasan), dengan menitikberatkan kepada penyediaan “Prasarana dan Sarana Da
sar Perdesaan” yang dapat menunjang tumbuh dan berkembangnya “Kegiatan Ekonomi Perdesaan”, dan diharapkan dapat mendorong percepatan Industrialisasi perdesaan yang berbasis pertanian.

DPP adalah desa dengan intensitas kegiatan tinggi maka diartikan sebagai desa pusat pertumbuhan. Bagian dari kegiatan ini adalah mengidentifikasi desa potensial di suatu wilayah. Apakah suatu desa berpotensi menjadi DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) ? Hal tersebut dapat dicek dengan :
  1. Potensi desa (PODES) untuk mengidentifikasi potensi sosial ekonomi suatu desa
  2. Kondisi tata ruang dan geografi desa digunakan Peta Indek Desa dan dilakukan pengecekan bersama dengan aparat setempat.
Desa Pusat Pertumbuhan juga memiliki fungsi sebagai :
  1. Pusat industri pertanian
  2. Pusat pemasaran bagi barang petanian dan non pertanian
  3. Pusat pelayanan sentral bagi daerah sekitarnya.

KEGIATAN KTP2D
KTP2D merupakan salah satu pendekatan pembangunan kawasan perdesa
an melalui penyediaan prasarana dan sarana yang dapat menunjang tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi perdesaan.
Dari pengertian tersebut, maka dalam satu wilayah kabupaten akan terbentuk satuan-satuan KTP2D dengan satu DPP sebagai pusatnya dan desa-desa lain (hinterland) sebagai desa pendukung yang memiliki keunggulan strategis.

Konsep dasar implementasi KTP2D

Beragamnya ciri khas perdesaan diIndonesia, maka sangat dimungkinkan adanya beberapa alternatif bentuk KTP2D, sebagai berikut :

1) Terdiri dari satu DPP dengan beberapa desa hinterland sekitarnya

Profil KTP2D seperti diatas, biasanya berada di desa-desa di P Jawa dan P Bali atau kecamatan yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ordenya lebih tinggi dan berciri lebih maju dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan kegiatan ekonomi yang sudah lebih mapan.
Untuk profil kawasan seperti dimungkinkan adanya hinterland yang lebih dari 4 (empat), namun sesuai dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas kawasan sebaiknya ditetapkan hanya 5 (lima) desa termasuk Desa Pusat.

2) Terdiri atas satu DPP dengan hinterlandnya berupa desa dan atau bagian dari desa

Profil KTP2D sebagaimana digambarkan diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antara hinterland dengan desa pusat dan antar hinterland bisa terjadi tidak menyeluruh artinya hanya bagian-bagian parsial didesa hinterland yang punya keterkaitan dengan desa pusat maupun dengan hinterland lainnya. Namun demikian pengambilan data dan atau sebutan desa hinterlandnya tetap pada desa induknya secara keseluruhan.

3) KTP2D yang antara desa dan hinterland dengan desa pusat dibatasi oleh sungai. Penentuan hinterland berupa dusun didasarkan atas jarak capai/radius keterkaitan serta kete
rgantungan dusun-dusun tersebut pada DPP bersangkutan dibidang ekonomi dan pelayanan lainnya.

Hal tersebut dimungkinkan apabila pencapaian antara desa pusat dengan hinterlandnya relatif mudah, disamping itu memang diantara keduanya punya ikatan dan keterkaitan baik dibidang ekonomi maupun pemerintahan.

KEGIATAN AGROPOLITAN/MINAPOLITAN
Berdasarkan buku Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan & Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian, Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya dan Kawasan agropolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membentuk Kawasan Agropolitan.


Konsep agropolitan terdiri dari distrik-distrik agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2. Dalam distrik agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk 10.000–25.000 jiwa. Batas distrik dinyatakan dalam radius sejauh 5–10 km atau kurang lebih setara dengan 1 (satu) jam perjalanan dengan sepeda. Dimensi luasan geografis wilayah agropolitan ini akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000–150.000 jiwa yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Disini tidak membedakan secara spesifik bentuk pertanian modern atau tidaknya, tetapi lebih cenderung menggunakan referensi pertanian modern di Amerika atau di Eropa.

Menurut definisi ini apabila besaran penduduk ya
ng menjadi ukuran, maka suatu distrik agropolitan setara dengan 1 (satu) Wilayah Pengembangan Parsial (WPP) pemukiman transmigrasi. Namun bila dilihat dari luas wilayahnya sekitar 100–250 km2 atau 10.000–25.000 ha (ukurannya dapat lebih kecil dari luasan 1 WPP). Secara administratif, luasan wilayah dan besaran penduduk ini setara dengan luasan wilayah kecamatan yang berpenduduk sampai dengan 25.000 jiwa dan sudah dapat berfungsi sebagai suatu simpul jasa distribusi.

Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan distrik perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawaan perdesaan yang telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar di perdesaan, mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan juga jenisnya.

Strukur Kawasan agropolitan dapat dikategorikan atas Orde Pertama (Kota Tani Utama), Orde Kedua (Pusat Distrik Agropolitan atau Pusat Pertumbuhan), dan Orde Ketiga (Pusat Satuan Kawasan Pertanian). Jarak antara Kota Tani Utama dengan pusat pertumbuhan yang sudah berkembang berkisar antara 35–60 km yang disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah dan antar kota tani (orde 2 dan orde 3) yang berada dalam satu distrik agropolitan, berjarak antara 15–35 km. Setiap orde kota berfungsi sebagai simpul jasa koleksi dan distribusi dengan skalanya masing-masing, berjenjang (hierarkis), merupakan pusat pelayanan permukiman dan antar simpul dihubungkan oleh jaringan transportasi yang sesuai.

Batas suatu Kawasan Agropolitan tidak terpaku oleh batas administrasi pemerintah (Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota), tetapi lebih fleksibel d
engan menyesuaikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan Kawasan Agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis di daerah.

Konsep implementasi Agropolitan (sumber: Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan, Kimpraswil 2000)


KEGIATAN KTM
KTM atau Kota Terpadu Mandiri adalah kegiatan menata kembali kawasan-kawasan transmigrasi yang relatif belum berkembang, serta menarik minat kaum muda untuk ikut program transmigrasi.
KTM di kawasan transmigrasi, adalah sebuah program yang dirancang secara holistik dan komprehensif layaknya membangun kawasan transmigrasi yang bernuansa perkotaan. Dengan dibangunnya KTM diharapkan terjadi akselerasi perekonomian ped
esaan dan terwujudnya Kawasan Transmigrasi yang mandiri.

KTM di Kawasan Transmigrasi adalah kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pencantuman kata "kota" dalam pengertian tersebut dimaksudkan untuk menyatukan visi tentang kawasan transmigrasi yang akan dibangun dan dikembangkan memenuhi fungsi-fungsi perkotaan. Sehingga program transmigrasi ke depan diharapkan secara psikologis mempunyai dampak positif untuk menarik minat kaum muda bertransmigrasi, sekaligus mengurangi terjadinya perpindahan penduduk yang tidak terarah ke kota-kota besar (deurbanisasi) serta sebagai kota penyangga dalam konteks pembangunan perwilayahan.

Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi perkotaan adalah tersedianya berbagai fasilitas yang meliputi :
1) Pusat kegiatan ekonomi wilayah;
2) Pusat kegiatan industri pengolahan hasil;
3) Pusat pelayanan jasa dan perdagangan;
4) Pusat pelayanan kesehatan;
5) Pusat pendidikan dan pelatihan;
6) Sarana pemerintahan;
7) Fasilitas umum dan sosial

Pembangunan dan pengembangan KTM ini harus dilaksanakan secara bersama oleh lintas sektor dan lintas pemerintahan. Koordinasi merupakan kata yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Pada masa lalu dikenal lembaga BAKOPTRANS yang menjadi wadah koordinasi penyelenggaraan transmigrasi. KTM bertujuan untuk merevitalisasi fungsi koordinasi penyelenggaraan transmigrasi sehingga menjadi integrated development planning process yang melibatkan: Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Dalam Negeri; Departemen Kehutanan; Departemen Keuangan; Departemen Pertanian; Departemen Pendidikan Nasional; Departemen Perdagangan; Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata; Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan Dan Perikanan; Departemen Kesehatan; Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; Kementerian Negara Koperasi Dan UKM; Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Badan Pertanahan Nasional; Badan Koordinasi Penanaman Modal; Departemen Perindustrian;

PPIP (PROGRAM PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN)
Fokus utama PPIP adalah rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur di perdesaan. Kaidah pelaksanaan program secara umum akan mengacu pada ketentuan-ketentuan teknis yang telah ditetapkan dalam PKPS-BBM IP pada tahun 2005 dengan lebih menekankan partisipasi aktif dari masyarakat, stakeholder dan pemerintah daerah.

Ruang Lingkup PPIP adalah:
  1. Peningkatan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, yaitu: jalan dan jembatan perdesaan;
  2. Peningkatan infrastruktur yang mendukung produksi pangan, yaitu: irigasi perdesaan;
  3. Peningkatan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, yaitu: penyediaan air minum, dan sanitasi perdesaan. Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk satu infrastruktur atau lebih serta dapat dilaksanakan secara terpadu.
PPIP memiliki tujuan jangka panjang dan jangka menengah, yaitu:
  1. Tujuan jangka panjang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
  2. Tujuan jangka menengah adalah untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dan yang mendekati miskin ke infrastruktur dasar di wilayah pedesaan.

Sasaran Kegiatan PPIP adalah:
  1. Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;
  2. Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan;
  3. Meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan;
  4. Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam memfasilitasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di perdesaan;
  5. Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan prasrana perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

Platform

Platform Penyediaan Prasarana & Sarana dalam Permukiman Perdesaan Potensial (Unggulan Strategis)

Pilihan kata ‘platform’ memberikan arti yang lebih mendalam sekedar dasar atau landasan dalam artian umum. Pengertian platform ini menempatkan skenario pengembangan kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan sebagai ‘panggung’ interaksi antara peran dari masing-masing elemen menjadi sinergi.
Elemen-elemen yang diilustrasikan pada gambar di b
awah ini terdiri dari:
  1. Rencana Pengembangan Regional dan Perdesaan;
  2. Rencana Pengembangan Prasarana & sarana; dan
  3. Rencana Pengembangan Permukiman.
Gambar Platform Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan


Ketiga elemen tersebut, pada posisi saling ‘beririsan’ memberikan terjemahan aplikasi ke dalam sinergi masing-masing peran. Kondisi (i) irisan antara regional and rural development plan dan infrastructure development plan membentuk sienergi sebagai program dan arahan pengembangan termasuk muatan di dalamnya adalah peruntukan lahan spasial. Kondisi (ii) menunjukkan sinergi yang terbentuk antara regional and rural development plan dan housing development plan menempatkan poisisi (yang dapat dilakukan melalui penetapan) delineasi tema dari suatu permukiman (perdesaan). Sedangkan pada kondisi (iii) lebih menempatkan adanya sinergi berupa integrasi penyedian prasarana & sarana sebagai layanan pengembangan permukiman dari adanya rural infrastructure development plan dan (rural) housing development plan.

Pada akhirnya sinergi ketiga elemen tersebut di atas menempatkan manajemen pengelolaan lahan sebagai subdivision development dari arahan pengembang
an kawasan permukiman. Peran dari ketiga elemen tersebut di atas adalah sebagai berikut dalam konteks pengembangan kawasan permukiman perdesaan;

RENCANA PENGEMBANGAN REGIONAL DAN PERDESAN (REGIONAL AND RURAL DEVELOPMENT PLAN)

Rencana pengembangan regional dan perdesaan bertolak dari arahan pengembangan kawasan budi daya khususnya perdesaan. Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, kriteria kawasan budi daya mencakup:
  1. kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha;
  2. kawasan yang apabila digunakan untuk permukiman dapat memberikan manfaat:
  3. meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan prasarana dan sarana permukiman;
  4. meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
  5. tidak mengganggu fungsi lindung;
  6. tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam;
  7. meningkatkan pendapatan masyarakat;
  8. meningkatan pendapatan nasional dan daerah;
  9. meningkatkan kesempatan kerja;
  10. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kriteria di atas dalam hal langkah pengelolaan kawasan permukiman lebih berupa pemanfaatan ruang sebagai tempat bermukim melalui penyediaan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, namun tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pada arahan rencana pengembangan regional dan perdesaan ini (melalui referensi UU no 26 tahun 2007), kawasan budi daya dikembangkan melalui pendekatan sebagai berikut:
  1. kawasan budi daya yang berada di dalam ruang daratan dan ruang lautan dikembangkan dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan secara saling menguatkan, serasi dan selaras dengan perkembangan sektor produksi dan jasa serta kawasan permukiman dengan memperhatikan potensi sumber daya alam, sumber daya buatan, prasarana pendukung dan kemampuan investasi nasional serta kondisi ekonomi global
  2. pengembangan kegiatan budi daya beserta prasarana penunjangnya di darat, di laut, dan di udara dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pengaturan penggunaaan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara yang berlaku agar dapat menghasilkan sinergi antarkegiatan dalam mewujudkan tata ruang yang tertib, teratur, berhasil guna, selaras, dan serasi dalam menunjang kegiatan pembangunan;
  3. kawasan budi daya dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat :
  • menyebarkan pengembangan usaha dan/atau kegiatan budi daya unggulannya di wilayah nasional untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan perkembangan antarwilayah dan/atau antarkawasan dengan memperhatikan potensi daerah, permukiman dan penduduk, kemampuan investasi nasional dan sumber daya buatan dan kondisi ekonomi global;
  • meningkatkan keterkaitan dan saling menguatkan antarkawasan termasuk kawasan andalan dalam wilayah nasional untuk meningkatkan sinergi perkembangan sebesar-besarnya.
RENCANA PENGEMBANGAN PRASARANA &SARANA (INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT PLAN)
Rencana pengembangan prasarana & sarana pada permukiman perdesaan bertolak dari pengembangan pusat-pusat permukiman yang diserasikan dengan sistem permukiman, jaringan prasarana dan sarana, serta peruntukan ruang lain yang berada di dalam kawasan budi daya dan wilayah sekitarnya. Pengembangan ini perlu direncanakan sehingga pengembangannya dapat lebih meningkatkan mutu pemanfaatan ruang yang ada
.

Pada tataran implementasi, kata kunci rencana pengembangan prasarana & sarana yang menjadi pokok isu adalah kebijakan prasarana & sarana itu sendiri. Aplikasi dalam kaitan penyediaan prasarana & sarana bertolak dari kondisi cause-relationship (sebab-akibat) yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, keterbatasan prasarana & sarana, kebutuhan prasarana & sarana yang tinggi dan biaya perawatan prasarana & sarana yang tinggi pula. Akibat yang ditimbulkan dari sebab-sebab di atas, menempatkan respon kebijakan penyediaan prasarana & sarana, khususnya dala
m menekan beban pembiayan yang tinggi adalah berupa (i) eleminasi penyebab sehingga akibat-akibat yang tidak diinginkan dapat tereduksi. (ii) akibat-akibat yang tidak diinginkan tersebut antara alain menimbulkan kekumuhan, menurunkan kualitas lingkungan, dan sebagainya.

HOUSING DEVELOPMENT PLAN
Rencana Pengembangan Permukiman (Housing) berangkat dari isu-isu perkembangan kondisi permukiman khususnya di masa mendatang seperti:
  1. Urbanisasi pada daerah cepat berkembang merupakan tantangan di masa mendatang untuk secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata, misalkan melalui peningkatan daya saing daerah lamban bertumbuh;
  2. Perkembangan tak terkendali pada daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh atau berkembang. Antisipasi dilakukan berkaitan dengan dampak urbanisasi dan adanya pertumbuhan secara cepat pada daerah dengan kepadatannya rendah atau sangat rendah;
  3. Marjinalisasi sektor lokal oleh sector nasional dan global. Pertumbuhan dan pengembangan tidak hanya berorientasi pada sektor formal, melainkan juga memberi peluang kepada kegiatan atau kekuatan yang bersifat regional, nasional dan global.

Kondisi di atas menunjukkan perkembangan permukiman selama ini dalam perkembangan ke depannya membutuhkan pola pembangunan permukiman yang lebih berbasis wilayah dan bukan sektoral.


APLIKASI PLATFORM PADA PENYEDIAAN PRASARANA & SARANA
Aplikasi platform di atas dalam kaitan dengan penyediaan prasarana & sarana permukiman perdesaan potensial bertolak dari muatan-muatan elemen berupa (i) muatan-muatan rencana pengembangan regional dan perdesaan sebagai pemberdayaan masyarakat perdesaan; pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; konservasi sumber daya alam; pelestarian warisan budaya lokal; pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan dan penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan – perkotaan (ii) muatan-muatan rencana pengembanngan prasarana & sarana perdesaan
yang merupakan implikasi dari kebijakan pengembangan prasarana & sarana dalam kapasitas segala bentuk prasarana & sarana termasuk prasarana & sarana ke-PU-an. Sedangkan kondisi (iii) adalah muatan pengembangan permukiman perdesaan.

Korelasi dari irisan ketiga elemen tersebut membentuk 3 (tiga) kondisi korelasi sinergi; yaitu arahan pengembangan perdesaan; intervensi pengembangan potensi dan integrasi prasarana & sarana dengan pengembangan permukiman perdesaan. Akhirnya ketiga korelasi ini menempatkan kawasan permukiman perdesaan menjadi sebuah KAWASAN STRATEGIS. Ilustrasi sinergi tersebut digambarkan sebagai berikut:


Gambar Platform Penyediaan Prasarana & sarana

Platform di atas menunjukkan bahwa potensi yang dikembangkan pada permukiman perdesaan lebih implementatif dan terukur sebagai 2 (dua) pemahaman dimensi potensi yaitu dalam pemahaman (i) potensi sebagai unggulan dan (ii) potensi sebagai nilai strategis; bahkan dapat dipahami pula sebagai keduanya yaitu unggulan strategis.

Pemahaman potensi sebagai unggulan lebih kepada muatan yang diunggulkan atau komoditi yang dimiliki oleh kawasan berpotensi tersebut. Komoditi unggulan ini menjadi tematik dari potensi yang diunggulkan dalam ukuran tertentu seperti produk unggulan untuk pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan dan bahkan potensi berupa social budaya seperti pariwisata, adat istiadat dan sebagainya. Intinya komoditi yang dipandang sebagai unggulan tersebut merupakan tema bagi kawasan potensial tersebut dengan delineasi sesuai dengan keberadaan komoditas unggulan itu.

Sedangkan pemahaman potensi sebagai nilai strategis lebih melihat kepada tingkat orientasi regional dari keberadaan suatu delineasi pembentuk kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan potensial. Orientasi ini memiliki nilai fungsi tertentu sehingga kawasan tersebut memiliki nilai strategis tersendiri. Nilai strategis ini dapat pula dibentuk oleh adanya jaringan fungsi tematik dalam suatu (skala) konstelasi tertentu.

Kedua pemahaman di atas lebih mengerucut bahwa kawasan permukiman perdesaan potensial lebih dipandang sebagai kawasan permukiman perdesaan yang memiliki keunggulan tertentu yang secara skalatis menunjukkan keberadaanya dalam nilai strategis tertentu. Dimensi pemahaman potensi ini bukan potensi yang bersifat laten ataupun potensi dengan kondisi kemendesakan untuk ditangani karena kondisi yang negative (misal terbelakang, tidak memiliki aksesibilitas). Kedepannya pemahaman ini memberikan koridor melalui perumusan terminologi dari (i) kawasan permukiman perdesaan unggulan strategis dan (ii) kebutuhan penyediaan prasarana & sarana.

Dalam kaitan dengan penyediaan prasarana & sarana, maka aplikasi platform pengembangan kawasan perdesaan potensial, mengarah kepada peran-peran prasarana & sarana untuk dapat:
  1. Mengakomodasi arahan pengembangan permukiman perdesaan sejalan dengan arahan pembangunan perdesaan dan regional.
  2. Mampu mengintevensi pengembangan potensi pedesaan yang memiliki peran sebagai intervensi layanan dan sekaligus sebagai pengendali pertumbuhan dari pemanfaatan (tak terkendali) potensi/sumberdaya alam yang ada.
  3. Mengintegrasikan kinerja prasarana & sarana sebagai prasarana pengembang potensi dan prasarana pembangunan permukiman perdesaan atau komunitas-komunitas perdesaan.
  4. Akhirnya mampu menempatkan kawasan permukiman perdesaan potensial sebagai KAWASAN STRATEGIS

Tuesday, October 27, 2009

Pendahuluan

Pekerjaan Penyusunan Naskah Akademis Dan Draft Rapermen Pedoman Penyediaan Infrastruktur Kawasan Pedoman Perdesaan Potensial merupakan kerjasama antara konsultan dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kegiatan Pembinaan Peningkatan Kualitas Permukiman Wilayah I.

LATAR BELAKANG

Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, disebutkan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Pada sisi lain Departemen PU memiliki visi yaitu : “Tersedianya infrastruktur PU yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta lebih sejahtera.”


Kedua hal tersebut menjadi latar belakang dari penyusunan Rapermen penyediaan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial.


Penekanan dari latar belakang tersebut adalah sebagai berikut :
  • Penyusunan Rapermen ini tidak hanya memberikan bentuk acuan standar layanan minimal dalam penyelenggaraan infrastruktur
  • Rapermen ini diharapkan dapat mengoptimalkan pelibatan stakeholders dan pemerintah kabupaten/kota.
  • Bertolak dari key word bahwa ‘akan kemanakah rapermen’? maka perlu dua hal; family tree merupakan bentuk konsiderasi dan menjadi rujukan tindaklanjut oleh pemerintah kabupaten/kota.
  • Pilihan substansi adalah memperhatikan muatan pembangunan perdesaan potensial, berupa Local Economic Development (LED). LED ini menempatkan isu, karakter dan urgensi substanstif pengembangan perdesaan melalui infrastruktur.

MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

Pelaksanaan pekerjaan ini dimaksudkan untuk menjadi bimbingan teknis bagi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pengembangan permukiman perdesaan potensial utamanya penyediaan infrastruktur yang dominan.


Tujuan dari dilaksanakannya pekerjaan ini adalah untuk menyusun
panduan teknis penyediaan infrastruktur dalam rangka pengembangan kawasan perdesaan potensial (termasuk proses identifikasi kebutuhan infrastruktur sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan).

Sasaran Kegiatan ini adalah sebagai berikut :

  • Tersedianya pedoman penetapan kawasan perdesaan potensial.
  • Tersedianya pedoman tatacara perencanaan pengembangan kawasan permukiman perdesaan potensial.
  • Tersedianya pedoman dan tata cara identifikasi kebutuhan infrastruktur kawasan dan lingkungan dalam rangka pengembangan kawasan permukiman perdesaan potensial.

LINGKUP PEKERJAAN DAN TUGAS

Lingkup Pekerjaan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  • Kajian literature (peraturan yang ada, panduan yang selama ini digunakan, kajian-kajian terkait lainnya)
  • Penyusunan draft naskah akademis
  • Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri
  • Konsultasi publik diselenggarakan di kabupaten (terutama yang mempunyai kawasan agropolitan)
  • Finalisasi draft produk.


Lingkup Tugas yang ditetapkan pada pekerjaan ini dapat dijelaskan dalam beberapa ’key word’. (Sebagai catatan, lingkup tugas ini berorientasi pada pemerintah lokal-kabupaten).
Menempatkan posisi RAPERMEN sehingga memiliki konsiderasi secara hukum (family tree)
  • Menentukan pilihan pemahaman ‘PEDOMAN’ yang lebih kepada peran sebagai acuan bukan sebagai produk.
  • Memposisikan produk perundangan ini pada tingkatan lokal (Kabupaten) sehingga dapat mengakomodasi terminology dan konsiderasi dari kebutuhan lokal (karakter dan atribut potensi secara lokal)
  • Menciptakan peran RAPERMEN sebagai pedoman lokal yang lebih akomodatif dan menjadi landasan operasional dalam penyediaan sarana dan prasarana bagi permukiman perdesaan unggulan strategis setempat

Ilustrasi lingkup penugasan terkait dengan posisi Rapermen



METODOLOGI

Metodologi pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
  • Melakukan identifikasi dan kajian atas berbagai peraturan perundang-undangan.
  • Melakukan identifikasi dan kajian atas berbagai kebijakan pembangunan nasional .
  • Melakukan survey data dan informasi .
  • Melakukan analisis karakteristik permukiman Perdesaan di Indonesia.
  • Melakukan analisis atas isu-isu utama yang berkembang.
  • Melakukan perumusan kebijakan teknis dan strategi nasional dalam pengembangan permukiman Perdesaan.
  • Menyelenggarakan Konsultasi Publik.


Secara metodologi kegiatan ini dilaksanakan sebagai sinergitas dari beberapa clustered proccess.
Aktifitas pada masing-masing klaster seperti mencari terminologi, merumuskan konsiderasi, menyusun desain riset yang di dalamnya menghimpun raw materials substansi pekerjaan ini disistematika-kan melalui analisis dan sintesis menjadi proses penyusunan pedoman.